Pada 4 Agustus 2023, di Biara Indonesia Tuṣita Vivaraṇācaraṇa Vijayāśraya telah berlangsung Geshe Tongkor perdana di Indonesia. Adapun Geshe Tongkor merupakan perayaan wisuda Geshe dari tutor filsafat Buddhis Sangha KCI, Geshe Lobsang Palbar Lag. Dihadiri oleh Kepala Biara Indonesia Tuṣita Vivaraṇācaraṇa Vijayāśraya, para Sangha KCI, dan umat perumah tangga, perayaan ini pun berlangsung dengan khidmat.
Suasana perayaan Geshe Tongkor & Peringatan 10 Tahun Debat Filosofis
‘Geshe' memiliki arti ‘Sahabat Bajik’ atau ‘Kalyāṇamitra’. Mulanya, gelar Geshe digunakan di Tibet untuk menghormati guru-guru besar Kadampa (tradisi Buddhis Tibet yang dipelopori oleh Guru Atisha). Gelar ini mirip dengan gelar ‘Pandita’.
Seiring dengan menguatnya pengaruh tradisi Gelug, ditambah melalui serangkaian reformasi sistem pendidikan yang dilakukan oleh beberapa kelahiran terdahulu dari Yang Maha Suci Dalai Lama, gelar Geshe disematkan kepada para lulusan yang telah berhasil menempuh pembelajaran filsafat Buddhis (Tsennyiy) di biara-biara Gelug.
Perayaan Geshe Tongkor diawali dengan ritual yang mana Geshe Lobsang Palbar Lag mengunjungi Tugu Je Tsongkhapa di Biara Indonesia Tuṣita Vivaraṇācaraṇa Vijayāśraya. Di tugu ini, Geshe Lobsang Palbar Lag juga membacakan teks Baris-Baris Pengalaman dan memberikan penghormatan kepada Tugu Je Tsongkhapa.
Geshe Lobsang Palbar Lag dan para Sangha KCI mengunjungi Tugu Je Tsongkhapa
Tradisi membacakan teks di tugu Je Rinpoche ini dimulai oleh Je Tsongkhapa yang bersandar pada tiang dan melafalkan Madhyamakāvatāra. Tradisi ini dilakukan oleh setiap Geshe yang mana mereka akan melafalkan berbagai sutra seperti Prajñaparamita, Lamrim, Abhisamayālaṅkāra, dan lain sebagainnya.
Geshe Lobsang Palbar Lag meniupkan keong ketika mengunjungi Tugu Je Tsongkhapa
Setelahnya, perayaan Geshe Tongkor dilakukan di dalam Sasana Sri Mahakaruna Prabha Gumelar yang terdapat di biara. Perayaan dimulai dengan puja serta pembagian teh susu (chai) dan nasi khas Tibet.
Setelahnya, terdapat makan siang bersama dengan menu spesial, persembahan dari Geshe Lobsang Palbar Lag kepada para Guru, para Istadewata dan Y.M. Lobsang Oser selaku kepala biara, serta pembagian souvenir Geshe Tongkor kepada seluruh khalayak yang hadir.
Geshe Lobsang Palbar Lag dan para Sangha KCI hendak memberikan persembahan
Jika pada wisuda sarjana, seorang lulusan berfokus untuk merayakan pencapaian diri sendiri dan sering kali menerima hadiah dari teman-teman; pada Geshe Tongkor, yang terjadi justru sebaliknya, yakni seseorang yang lulus malah harus berfokus pada ‘memberi’ (Tong).
Untuk itu, dalam perayaan Geshe Tongkor terdapat jamuan makan siang bersama dengan seluruh tamu yang hadir. Adapun menu spesial untuk makan siang bersama tersebut adalah mie kaldu jamur dengan topping berbagai varian rasa momo (dumpling khas Asia Selatan yang dapat ditemukan di Tibet, Nepal, Bhutan, negara bagian Sikkim dan Distrik Darjeeling di India).
Suasana makan siang bersama
Mie kaldu jamur beserta momo
Setelahnya juga dibagikan souvenir Geshe Tongkor berupa khatag (selendang tenun khas Tibet) kualitas terbaik dan hiasan lampu akrilik dengan foto Dagpo Rinpoche kepada tamu yang hadir.
Geshe Lobsang Palbar Lag mempersembahkan khatag kepada Y.M. Lobsang Oser
Menariknya perayaan Geshe Tongkor ini bertepatan dengan Peringatan 10 Tahun Debat Filosofis para Sangha KCI yang pertama kali berlangsung sejak 19 Juni 2013. Peristiwa debat filosofis pertama ini dalam Bahasa Tibet dikenal dengan istilah “Chora Uze Jego”, yaitu aktivitas "membuka pintu” yang diibaratkan seperti membuka pikiran seorang praktisi sehingga memiliki pemahaman yang kokoh terhadap Dharma.
Untuk itu, bersamaan dengan Perayaan Geshe Tongkor, Peringatan 10 Tahun Debat Filosofis diperingati sebagai penanda 10 tahun aktivitas “membuka pintu” dan bermudita terhadap segala hal baik yang terjadi selama 10 tahun perkembangan intelektual Buddhis di Indonesia.
Peringatan ini ditandai dengan adanya penampilan debat dari para Sangha KCI, dimulai dari kelas debat filosofis atas (Uma), kelas debat filosofis menengah (Parchin), dan kelas debat filosofis dasar (Pramana).
Debat tentang urutan realisasi ketanpa-akuan makhluk dan fenomena, mana yang direalisasi terlebih dahulu, serta kutipan dari Guru Chandrakirti: “Jika kereta kuda terbakar maka seluruh bagiannya juga ikut terbakar.”
Penampilan debat filosofis dari para Sangha KCI Kelas Uma & Parchin
Debat tentang Bodhicitta, apakah seorang Buddha masih memiliki Bodhicitta, ditilik dari salah satu bagian definisi Bodhicitta bahwa Bodhicitta merupakan kesadaran batin khusus yang berasosiasi dengan aspirasi mengejar pencerahan, sementara Buddha sudah mencapai pencerahan. Kutipan dari Khedrub Je bahwa Buddha sudah tidak memiliki Bodhicitta diperdebatkan juga.
Y.M. Lobsang Phende sedang melakukan debat filosofis
Debat tentang logika pewarnaan, apakah mungkin semua warna merupakan merah dengan berbagai argumen dan alasan logis yang ditampilkan.
Penampilan debat filosofis dari para Sangha KCI Kelas Pramana
Setelah semua rangkaian acara berlangsung, sebagai penutup, Y. M. Lobsang Oser dan Geshe Lobsang Palbar Lag menyampaikan kata sambutan.
“Memulai Abhisamayālaṅkāra, Mādhyamika Avatāra, Prajñā Pāramitā. Bukan sekadar baca dan diterjemahkan, tapi dipelajari dan didebatkan. Itu karmanya besar sekali. Hal ini melawan karmanya 270 [juta] orang di Indonesia… Membalikkan tradisi dan sejarah bangsa Indonesia. Mengembalikan agama Buddha Indonesia… Kita harus terima kasih kepada Dagpo Rinpoche, mendiang Geshe La, dan orang yang paling penting di sini adalah Gen Palbar (Geshe Lobsang Palbar Lag),” ujar Y.M. Lobsang Oser.
Y.M. Lobsang Oser ketika memberikan kata sambutan
“Jika dipikir dari satu sisi, 10 tahun merupakan waktu yang pendek, tetapi di sisi lain 10 tahun dalam hidup kita sebagai manusia merupakan waktu yang panjang. Bagaimanapun juga, bagi orang seperti saya, 10 tahun ini bagaikan mimpi, saya merasa ini begitu cepat berlalu, karena saya merasa bahagia. Ini terutama karena dukungan kalian dan ini bisa menandakan adanya hubungan karma secara khusus antara saya dan Kadam Choeling. Selain itu, secara umum di biara tradisi Tibet terutama Biara Dagpo dan Biara Gomang, yang belajarnya lebih baik, yang praktiknya lebih baik, yang pengalamannya lebih banyak, yang kebiasaannya lebih baik dari saya, sangat banyak bahkan melebihi jumlah kumpulan bintang di angkasa, tetapi hanya saya yang seperti rambut yang diambil dari mentega, tiba di dalam Dharma Center Kadam Choeling. Saya merasa ini jelas menunjukkan adanya hubungan karma yang khusus antara saya dan Kadam Choeling,” ujar Geshe Lobsang Palbar Lag.
Geshe Lobsang Palbar Lag ketika memberikan kata sambutan
“Perasaannya campur ya, senang sih pasti, haru juga, dan bangga juga. Senang karena jerih payah Rinpoche, Suhu, Geshe Lobsang Palbar Lag, dan Sangha selama 10 tahun ini mengajar dan belajar Tsennyi membuahkan hasil. Haru karena Geshe Lobsang Palbar Lag menaruh hati sepenuhnya dalam mengajar khususnya untuk Sangha dan secara tak langsung untuk Indonesia. Bangga karena saya merasa turut berkontribusi baik langsung maupun secara tidak langsung dalam memulai membangun Biara sehingga semua ini bisa terwujud. Harapannya dengan adanya calon geshe berikutnya, Sangha KCI bisa terus jadi inspirasi bagi kita semua,” ujar Eka Agustian selaku Direktur Manajemen Biara Indonesia Tuṣita Vivaraṇācaraṇa Vijayāśraya