Setelah konflik China dengan Tibet, banyak guru Dharma yang harus meninggalkan tanah airnya dan tersebar di seluruh dunia, khususnya India dan negara-negara Barat. Guru Dagpo Rinpoche adalah salah satu guru besar yang turut mengungsi ke Perancis.
Lalu saat berada di negara Barat tersebutlah, seorang perempuan Indonesia yang tinggal di Belanda pun mendengar bahwa Guru Dagpo Rinpoche adalah kelahiran kembali dari seorang guru terkenal zaman Sriwijaya, yakni Guru Suwarnadwipa Dharmakirti. Maka dengan penuh keyakinan, ia pun memohon agar Guru Dagpo Rinpoche untuk datang kembali ke Indonesia.
Kedatangan Guru Dagpo Rinpoche adalah awal mula kembalinya silsilah ajaran Buddhadharma Nusantara di Indonesia. Hal ini karena, selain beliau adalah kelahiran kembali dari sosok Guru Buddhis Nusantara yang berasal dari Kerajaan Sriwijaya, beliau juga memegang silsilah ajaran yang telah diteruskan turun-temurun dari Guru Atisa.
Kedatangan Guru Dagpo Rinpoche di Indonesia
Setelah mendengar permintaan tulus dari perempuan Indonesia tersebut, maka pada Agustus 1989 Guru Dagpo Rinpoche pun datang ke Indonesia, tepatnya di Bali. Beliau pun disambut luar biasa oleh umat Buddhis yang ada di sana waktu itu.
Y.M. Dagpo Rinpoche Beliau disambut baik oleh Bhante Giri dan disebut sebagai Bapak Buddhisme Indonesia. Beliau pun dalam beberapa kali kesempatan ditemani oleh Bhante Ashin Jinarakkhita yang merupakan pelopor kembalinya ajaran Buddha di Indonesia modern.
Pada 1996, untuk pertama kalinya Biksu Bhadra Ruci, yang saat itu masih menjadi upasaka, bertemu dan menerima ajaran dari Guru. Dagpo Rinpoche.
Seiring dengan berjalannya waktu, Biksu Bhadra Ruci pun belajar kepada Guru Dagpo Rinpoche dan pada akhirnya berhasil ditahbiskan menjadi seorang biksu. Beliau juga memprakarsai berdirinya pusat pembelajaran Dharma Kadam Choeling Indonesia (KCI).
Lahirnya Biara dan Komunitas Monastik
Lalu, berkat berkah dari Sang Guru, Sangha ujung tombak pelestarian Buddhadharma juga terbentuk.
Sangha di Biara
Dengan munculnya komunitas monastik yang semakin berkembang ini, maka kebutuhan untuk adanya tempat yang kondusif dalam praktik dan belajar Dharma sangat diperlukan.
Maka, di atas tanah seluas 25 hektar, sebuah biara monastik sutra dan tantra pun didirikan. Hal ini sekaligus menjadikan biara ini sebagai pusat pendidikan sutra dan tantra terbesar di Asia Tenggara.
Sangha Vajrayana Turut Aktif Menjaga Tradisi Buddhisme Nusantara
Kehadiran Sangha tradisi Vajrayana dan Biara ini menjadi langkah penting dalam usaha untuk melestarikan ajaran Buddhadharma dan silsilah emas yang berasal dari Nusantara.
Sangha di Biara Ruwatan/Ritual
Maka tidak heran jika setiap hari, anggota Sangha di Biara senantiasa menjaga nilai-nilai tradisi dan juga mempraktikkan ajaran Buddhadharma demi kebaikan semua makhluk di Nusantara.
Praktis, dengan lahirnya pusat pembelajaran Dharma, biara dan komunitas monastik, bangsa Indonesia memperoleh kembali berbagai berkah seperti kembalinya silsilah Vinaya Mulasarvastivada dan ajaran Sutra seperti Abhisamayālaṅkāra yang merupakan intisari dari Sutra Prajna Paramita, serta teks-teks lain seperti Abhidharmakośa, Bodhipatapradipa, Mūlamadhyamakakārikā, hingga Guhyasamaya.
Praktik Tantra pun juga berkembang dengan ditandai kembalinya semua silsilah praktik Kriya Tantra dan Anuttarayoga Tantra yang dulu diyakini dipraktikkan di Indonesia.
Tidak hanya itu, bangsa Indonesia juga menerima berkah lain seperti kembalinya praktik Pelindung Dharma Chamundi yang dulu dipercaya telah melindungi Kerajaan Sriwijaya dan Majapahit; dan kembalinya praktik ritual Agnihotra Yajna, dan masih banyak lainnya.
Sangha Teaching
Demikianlah sejarah ringkas bagaimana silsilah emas dari Guru Suwarnadwipa dikembalikan lagi oleh kelahiran kembali beliau, Guru Dagpo Rinpoche, ke Indonesia. Kehadiran Sangha tradisi Vajrayana dan Biara sendiri juga menjadi berkah yang luar biasa yang diterima bangsa dalam beberapa ratus tahun terakhir, setelah Buddhadharma hilang dari Nusantara.