Biara berasal dari kata vihāra (विहार) dalam bahasa Sanskerta yang berarti "kawasan tertutup tempat berjalan-jalan". Hal ini karena pada awalnya biara memang ditujukkan sebagai tempat singgah dari para biksu ketika musim hujan.
Dalam konteks bahasa Indonesia, kata vihāra diserap menjadi dua kata yakni biara dan wihara.
Kata biara lebih umum digunakan sebagai tempat tinggal praktisi spiritual terlepas dari tradisi keagamaannya. Maka tidak heran kita juga akan menemui umat non-Buddhis yang juga menggunakan istilah biara untuk mengacu pada tempat tinggal para praktisi spiritualnya seperti biara Katolik.
Sedangkan kata wihara saat ini mengalami penyempitan makna menjadi nama tempat sembahyang atau beribadah bagi umat Buddhis saja.
Hal ini diduga karena terjadinya tumpang tindih konsep yang mana wihara di Indonesia diidentikkan dengan klenteng Tridharma atau kuil sebagai tempat pemujaan semata. Sehingga fungsi wihara yang lain sebagai tempat belajar, berkumpul, dan tempat tinggal Sangha semakin dilupakan.
Jadi, wihara hanya dianggap sebagai tempat ibadah semata selayaknya klenteng, gereja, masjid, pura, dan sebagainnya.
Tidak. Secara umum, konsep kebiaraan berhubungan dengan kehidupan selibat dan mengisolasi komunitas praktisi dari keramaian kehidupan perkotaan sehingga semua praktisi yang ada di dalamnya bisa fokus melakukan praktik spiritual.
Maka tempat tinggal praktisi spiritual yang tidak selibat tidak disebut biara.
Terdapat beberapa agama yang memiliki konsep kebiaraan yang penghuninya selibat seperti agama Buddha, Kristen Katolik, dan Kristen Orthodox.
Ada. Dalam relief Karmawhibangga di Candi Borobudur, digambarkan bagaimana bentuk biara di Nusantara zaman dahulu yang di dalamnya terdapat pendopo untuk berkumpul, tempat pemujaan, dan tempat tinggal Sangha.
Selain itu, terdapat banyak prasasti yang mencatat mengenai biara Buddhis di Nusantara. Salah satunya terdapat dalam prasasti Kalasan (778). Raja Rakai Panamkaran tercatat mempersembahkan tempat tinggal kepada Sangha yang disebut dengan vihara (vīhārajena) atau yang sekarang reruntuhannya dikenal dengan nama Candi Sari.
Sekali pun konsep wihara dan biara terdengar rancu khususnya di dalam kehidupan umat Buddhis di Indonesia, namun kenyataannya keduanya berasal dari kata yang sama dan dari sejarah yang sama mengenai tempat tinggal Buddha dan para muridnya di musim hujan. Sejak saat itulah konsep biara berkembang dan mengakar kuat dalam masyarakat Buddhis.
Lalu, bagaimana dengan sejarah munculnya Biara Indonesia Tuṣita Vivaraṇācaraṇa Vijayāśraya dan apa tradisinya?
Ikuti informasi lebih seputar Biara melalui:
WA Berita Bajik Biara : +62811-2195-678
FB dan IG Biara : @kcimonastery
Website : Biaralamrim.or.id