Pada hari Waisak tanggal 7 Mei 2017, sebuah momen bersejarah telah terukir. Y.M. Biksu Bhadra Ruci resmi menjadi Kepala Biara Indonesia Indonesia Tusita Vivaranacarana Vijayasraya.
Berikut adalah penggalan kata sambutan dari Y.M. Biksu Bhadra Ruci:
"Di Dagpo, biara mulai saat jumlah biksu pertama itu 8 orang. Biksu kita ada 18 dengan sramanera. Itu ceritanya asal muasal Biara ini mulai. Sangha berdiri tahun 2010 ketika 4 orang biksu lengkap, tetapi status institusi biara belum ada. Kita sudah 7 tahun. Kenapa hari ini perlu acara seperti ini? Kita membutuhkan legistimasi dan keberlangsungan tradisi ini, itulah sebabnya acara naik takhta ini sekadar dilaksanakan.
Hari ini saya merasa kebetulan saja duduk di sini. Tugas seorang kepala Biara itu berat, dia harus bisa memberi sila untuk jadi penahbisan sramanera, bahkan penahbisan biksu jika jumlah biksunya sudah komplit mahathera 20. Kemudian, tugas kepala Biara di tradisi kita yang paling penting adalah dia harus mengajar Lamrim. Kalau mau bilang tradisi biara Indonesia punya ketika 4-5 orang biksu berkumpul lalu terpilih salah satu biksu yang senior itu sudah merupakan Sangha, Indonesia banyak. Kemudian, Indonesia juga bisa kok yang punya duit dan bangun biara, mempunyai murid. dan menjadi kepala Biara. Legitimasi formalitas kayak gini tidak dibutuhkan.
Jadi. di Indonesia. kita secara institusi kepala Biara sudah ada. Kepala biara di Indonesia makin terkenal ketika Biaranya makin besar. Tetapi kenapa kita butuh tradisi legitimasi ini? Kita butuh institusi ini mengalir dan silsilah tidak putus dari Je Rinpoche sampai ini hari, sampai Biara Dagpo yang di Tibet, sampai Biara Dagpo di India, kemudian di sini.
Sekadar biara ya tempat para biksu berkumpul, bercengkrama, hidup bareng, ya itu vihara, bukan biara. Butuh tempat berkumpul belajar, mengembangkan batin, dan mencapai pencerahan. Oleh karena itu, legitimasi biara harus dihitung. kapan kita mulai. Nah, ketika kita membaca guru silsilah kepala biara Dagpo 117 tidak terputus. ya mungkin besok nama saya akan dimasukkan, silsilah itu cabang dua nanti di Indonesia dan di India. Dan yang paling penting. di balik pemikiran ini. bahwa kita perlu tahu tugas seorang kepala biara.
Tugas seorang kepala biara adalah menjaga tradisi yang tak terputus dari zaman Buddha sampai sekarang dan masa yang akan datang, tidak terputus hingga tradisi ini bisa berlangsung lama. Dan tanggung jawab kepala biara adalah dia harus bisa mengajarkan Lamrim. Andai dia tak bisa mengajarkan Lamrim atau ada halangan, dia harus meminta seorang guru mewakilkan dirinya memberi pelajaran Lamrim di biara itu.
Banyak tradisi-tradisi baik yang terjadi di masa lalu. Secara fakta, di Indonesia sempat hilang. Dari Buddha masuk Sriwijaya, Majapahit, hilang. Itu fakta. Oleh karena itu, kita perlu meminjam kembali kepada seseorang yang punya hubungan dekat dengan silsilah kita Indonesia ini, siapa? Guru Dharmakirti nyambung ke Guru Atisha. Guru Atisha bawa ke Tibet, disimpan di Tibet, dan dikembalikan, dan kita minta kembali silsilah ini.
Warisan ini kita minta balik. Kita tidak bisa asal ngambil tradisi-tradisi lain yang gak ada hubungannya dengan kita. Oleh karena itu, kenapa tradisi ini? Kebetulan, sangat beruntung sekali, memang karmanya tidak pernah dipikir, kita bertemu guru kita, Dagpo Rinpoche, dan Beliau adalah dari silsilah Dagpo dan tradisinya memang Biara Lamrim, dan memang Lamrim inilah warisan Guru Atisha ke Tibetan dan kita ambil. Misalnya dulu saya ketemunya bukan dari Dagpo, apakah kita akan seperti ini? Apakah hubungan darah warisannya nyambung? Tidak! Bisa saja saya ketemu banyak guru. Oh ya, memang karmanya Indonesia harus ketemu kepada orang yang memang punya haknya, orang yang tepatnya. Memang demikianlah kehendak alam, kehendak karma. Oleh karena itu. tradisi ini dibangun kembali.
Saya tidak merasa jadi orang yang kompeten untuk duduk di sini. Saya hanya mewakili tradisi ini, melanjutkan. Yang kompeten mungkin Gen. Palbar lebih kompeten. Dia belajar 5 teks besar lebih banyak, dia darah Dagpo. Beliau lebih kompeten, saya tidak begitu kompeten. Ya… kebetulan saja saya yang merintis tradisi ini. Saya hanya merasa hari ini saya menjalani peran sebagaimana mestinya yang harus diperankan pada hari ini, yaitu peran sebagai kepala biara. Enam tahun kemudian saya harus dipilih ulang. Jadi, hari ini saya hanya sekadar berperan. Saya tidak merasa luar biasa duduk di sini. Saya tidak merasa pantas karena requirement syarat seorang kepala Biara adalah dia harus Geshe, dia harus segala macam lima teks besar, dia harus bisa mengajar Lamrim. Itu yang paling penting.
Tradisi-tradisi seperti ini kita kembalikan di hari ini agar puzzle-puzzle yang hilang di Indonesia itu dilengkapi dengan bagian-bagian yang hilang agar tradisi ini berlanjut. Besok, siapa pun akan menjadi kepala Biara ini. Kursi ini tidak abadi buat saya, hanya enam tahun dihitung dari sekarang. Oleh karena itu, hari ini saya merasa biasa saja karena peran yang harus dijalani seperti itu, kecuali teh Tibet, yang Indonesia tehnya manis.
Kemudian, sebagai pertanda baik kita mempersembahkan kipas kepada setiap anggota Sangha. Kenapa kipas? Hawanya panas, butuh kipas. Kipas juga secara tradisi dipakai sejak zaman Buddha sampai sekarang. Tradisi kipas juga menyimbolkan kita mawas diri, ada batas antara kehidupan itu. Sangha di KCI sudah mulai pelan-pelan ketika kita mulai kehidupan kita di Center Sederhana 83. Itu hidup di zaman yang sulit, zaman prasejarah. SEJARAH DIMULAI HARI INI, JAM 10. 7 MEI 2017. Sebelumnya dianggap prasejarah. Tapi kita harus berterima kasih kepada prasejarah yang membentuk Sangha ini kompak, jauh lebih kompak dari dulu. Tidak mudah orang datang dari berbagai daerah, budaya, tradisi, karakter, berbagai macam aneka pikiran kumpul, gundul, menjadi satu tempat. Ya, hal pertama yang terjadi. berantem. Itu wajar. Hal yang pertama terjadi di mana-mana begitu. Dengan harmonisnya Sangha, maka tradisi belajar ini berharap mulai dari sini.
Satu hal yang harus saya ingatkan kepada kita di sini. Bersama-sama kita harus mandiri, mengandalkan diri sendiri. Artinya saya tidak ingin mengatakan hal-hal yang buruk di hari yang baik ini, tapi saya ingin mengatakan hal yang fakta di depan kita. Dagpo Rinpoche umurnya sudah 85, Khenzur Rinpoche 80, Gen Yonten-la 84, fakta. Kita harus benar-benar bisa mengandalkan diri kita sendiri, belajar sehingga kita selesai lima teks besar, sehingga kita bisa menempuh pelajaran lebih banyak, meraih kualitas yang lebih baik, sehingga kita bisa perform sebagai seorang guru, kamu orang semua. Saya tidak mengatakan saya. Kita semua sebagai guru yang pantas sehingga Lamrim ini bisa dihayati dengan kualitas yang benar.
Kita tidak tidak bisa selalu berharap. Ya… kita bisa berharap Rinpoche berumur panjang, tapi kita tidak bisa berharap Rinpoche senantiasa tinggal di samping kita. Itu artinya secara fakta kita harus serius mengandalkan diri kita sendiri. Kita gak bisa santai-santai malas-malas, “Oh, guru saya masih ada.” Gak bisa begitu. Biara ini punya tanggung jawab besar terhadap perkembangan Buddhadharma di Indonesia. Kita harus mengandalkan diri kita sendiri, meraih kualitas yang serius sehingga kita benar-benar mampu mengalirkan air realisasi pemahaman Dharma ini kepada banyak orang. Tidak bisa kita, “Oh, masih ada Rinpoche”.
Saya ingin ngomong terang jelas hari ini bahwa kita harus mengandalkan diri kita sendiri. Baik, guru-guru kita semoga berumur panjang di samping kita, tetapi pada suatu titik, kita disuruh mengandalkan kita pada diri kita sendiri. Kamu tidak bisa bergantung 100% pada gurumu tanpa kita melakukan sesuatu. Tidak mungkin. Oleh karena itu, dengan adanya biara institusi ini, bahwa hari ini Sangha yang sudah mulai bagus belajarnya juga sudah bagus, untuk benar-benar bisa melakukan banyak aktivitas Dharma dan aktivitas bekerja.
Nah, kualitas itu bergantung pada Lamrim. Kita sudah melihat banyak di Facebook segala macam dan kita yakini kualitas itu ujung-ujungnya balik ke Lamrim. Dan kita beruntung berada dalam silsilah Lamrim. Oleh karena itu, tradisi Lamrim itu harus ditegakkan di Biara ini. Ya, mungkin YPPLN tidak perlu pusing dengan tradisi-tradisi ini, karena ini adalah internal YWSN. Di dalam, orang harus bisa menegakkan tradisi Lamrim ini mulai dari Biara. Biara ini bisa berlangsung kalau ada komunitas umat awam. Jadi, Buddha mengatakan biksu, biksuni, upasaka, upasika, empat komponen dasar agama Buddha. Jadi, kualitas itu bergantung pada hadirnya guru-guru itu. Bentar lagi akan banyak orang mau jadi biksu, sramaneri, kalau kamu yang senior tidak perform baik, itu tidak akan baik bagi Biara.
Ketika kita masuk dalam institusi ini, kamu mati pun di sini, tidak keluar lagi. Maksudnya jangan seperti orang-orang datang belajar dah 5 tahun 10 tahun berkarya di luar, bangun ini itu, ini bukan tradisi kita. Mau berkarya di realisasi ya sekali masuk jangan keluar lagi. Kalau gitu apa artinya jubah ini sebagai penampilan saja, tapi aktivitasnya?
Ketika saya di Prancis, saya ditanya bagaimana kabar Sangha Indonesia oleh Rinpoche secara umum. Lalu, Rinpoche mulai membandingkan Sangha kita dengan Sangha-Sangha di Indo dan dia juga menyebut beberapa kualitas baik, hasil dari sekian tahun, dan Rinpoche sangat senang bahwa ini sesungguhnya belajar.
Proses membangun Sangha biar gitu butuh puluhan tahun, lama sekali. Lima-enam tahun waktu untuk membentuk mereka. Setelah setengah matang seperti pohon-pohon yang di pembibitan dia kira-kira sudah sampai 2 meter. harus dilepas, dikeluarkan dari bedeng untuk langsung di bawah matahari, itu seperti tanaman. Itu proses lama. Di dalam proses itu ada ribut, jadi gak sekonyong-konyong, tiba-tiba, sulit.
Oleh karena itu, biara ini adalah tempat seperti almamater besar nampung banyak, seperti rahim. Keluarnya sebuah hasil karya yang bermanfaat bagi orang banyak. Semoga biara ini akan seperti itu. Cerita sedikit, ketika kita sudah sampai di biara ini, terasa gersang panas. Ya… butuh perjuangan untuk menjinakkan ini. Pohon harus lebih banyak, aktivitas lebih banyak. Kita harus membuat alam ini menjadi lebih harmonis dengan kita.
Saya hari ini tidak merasa spesial karena saya menjalani peran. Kelak kemudian hari, bisa juga 6 tahun kemudian, ketika ada pemilihan kepala biara, Genla terpilih atau yang lain terpilih. Saya berharap siapa pun duduk di sini asal mengerti bagaimana caranya duduk sebagai pemangku takhta. Kita punya cita-cita besar atas Biara ini. Biara ini akan menjadi pusat perkembangan dharma, belajar Lamrim, pemahaman filsafat di Asia Tenggara.
Saya memohon berkah dari guru-guru. Saya menjalani peran. Saya menyadari tidak memiliki kualitas. Ya semoga waktu 6 tahun itu berjalan dengan cepat. Dan yang penting kepala biara itu memberi transmisi semua. Saya senang silsilah Biara Dagpo dibacakan hari ini, jadi kita ingat kepala Biara itu ada 117. Legitimasi ini perlu sebagai sebuah institusi yang tidak bisa dicap ngambil gak jelas. Kita mengambil silsilah tradisi, silsilah Dagpo. Tradisi silsilah Dagpo itu tidak mudah, para biksu lebih ketat, belajar banyak, tidurnya lebih sedikit."