Dalam rangka menyongsong Waisak 2566 B.E. tahun 2022, Majelis Buddhayana Indonesia (MBI) Sumatera Utara menggelar acara Gema Waisak IV bertajuk “12 Aktivitas Agung Sang Buddha” pada Rabu (11/05) lalu. Acara ini berlangsung via aplikasi Zoom dan disiarkan di kanal Youtube Buddhayana Family TV.
Acara ini dimoderatori oleh Romo Bhadrapala dengan narasumber Y.M. Tenzin Tringyal Sthavira, Wakil Ketua Umum II Sangha Agung Indonesia (SAGIN) dan anggota Sangha Kadam Choeling Indonesia.
“Menurut Dhammamitra, ketika kita merenungkan 12 aktivitas Buddha, bisa mematangkan batin kita sebagai murid,” ujar Y.M. Tenzin Tringyal mengawali sesi.
Lebih lanjut, Y.M. Tenzin Tringyal menjelaskan bahwa caranya adalah ketika misalnya kita merenungkan saat kelahiran Beliau, saat Beliau memasuki rahim ibunya, itu kita bisa lihat sebagai sebuah cara Buddha mengajarkan kepada kita bahwa sebagai makhluk yang lahir ke dunia ini juga bisa mencapai pencerahan seperti Beliau. Kemudian, peristiwa Beliau meninggalkan istana hingga parinirvana, itu bisa dilihat sebagai cara Beliau menyampaikan ajaran tentang ketidakkekalan dan juga ajakan kepada semua makhluk untuk menolak samsara secepat mungkin.
Riwayat hidup Buddha bisa kita temukan dalam relief Lalitavistara yang terukir di Candi Borobudur. Aktivitas-aktivitas ini terdiri atas 12 Aktivitas Agung yang dilakukan Buddha, mulai dari kelahiran-Nya di surga Tu?ita sebagai Dewa Svetaketu hingga Buddha parinirvana. Kedua belas aktivitas yang disajikan dalam acara Gema Waisak IV ini berdasarkan pada Kitab Vinayaksudraka yang diulas dalam buku “12 Aktivitas Agung Sang Begawan” karya Buton Rinchen Drup, seorang cendekiawan besar dan sejarawan Tibet.
Y.M. Tenzin Tringyal Sthavira memberikan penjelasan rinci mengenai masing-masing aktivitas. Namun, berhubung acara ini diadakan untuk menyambut Hari Trisuci Waisak, maka penjelasan tentang 3 peristiwa penting Buddha Sakyamuni lebih diutamakan.
Sebelum berangkat ke kelahiran terakhirnya di dunia, Bodhisattva yang terlahir sebagai Dewa Svetaketu membabarkan ajaran kepada para dewa di Tusita bahwa terdapat 108 cara untuk memahami kebenaran. Beliau juga berpesan kepada mereka untuk berhenti menjalani kehidupan yang ceroboh. Kemudian Svetaketu menyerahkan mahkotanya kepada Maitreya sebagai tanda bahwa Maitreya yang selanjutnya memberi ajaran kepada dewa di Tusita.
Namun, para dewa mencoba menghalangi agar Tusita tidak segera lahir ke dunia. Para dewa mengatakan bahwa di Jambudvipa terdapat 24 orang sesat yang sedang berkuasa di sana. Ke-24 orang itu terdiri atas para guru, pelafal kitab, dan meditator yang sesat.
Meskipun para dewa mencoba menghalaunya, tekad Svetaketu untuk lahir ke dunia tidak padam. Ia tetap memantapkan dirinya untuk segera menyelamatkan semua makhluk dari penderitaan.
Svetaketu memasuki rahim Ratu Mahamaya dari sisi kanan dalam wujud seekor gajah. Sang ratu merasakan dalam mimpinya bahwa ada seekor gajah putih dengan 6 gading berkilauan, sedikit rambut merah di kepala, dan kain emas di punggung memasuki perutnya.
Kemudian, arti mimpi tersebut ditanyakan kepada seorang pertapa. Pertapa tersebut meramalkan bahwa Ratu Mahamaya akan melahirkan seorang putra agung. Bila putra tersebut tinggal di istana, ia akan menjadi pemimpin yang agung. Namun, bila putra itu menjalani kehidupan sebagai seorang samana, maka ia akan menjadi penguasa dunia.
Selama Ratu Mahamaya hamil, bunga selalu bermekaran tanpa henti. Hingga akhirnya Bodhisattva yang belakangan dinamai “Siddhartha" lahir saat sang ratu dalam perjalanan menuju rumah orang tuanya. Beliau lahir dari perut sisi kanan dan keluar dengan tubuh sudah berbalut kain. Para dewa bersuka ria menyambut kelahiran sang penguasa dunia. Dewa Nanda dan Dewa Upananda pun memberikan kain yang bagus dan menawarkan untuk memandikan sang pangeran.
Ketika lahir, Siddhartha langsung bisa berjalan. Bunga teratai tumbuh dan mekar di setiap jejak kakinya. Kemudian, ia berseru sambil menghadap 4 arah mata angin.
Saat Siddhartha berpaling ke timur, ia bersabda, “Aku akan menjadi pendahulu bagi apa pun yang bajik.”
Saat Siddhartha berpaling ke selatan, ia bersabda, “Aku akan layak menerima persembahan dari para dewa dan manusia.”
Saat Siddhartha berpaling ke barat, ia bersabda, “Aku akan menjadi yang paling tinggi dan utama di dunia ini. Inilah kelahiran terakhirku. Kini aku akan mengakhiri penderitaan dari kelahiran, penyakit, usia tua, dan kematian.”
Saat Siddhartha berpaling ke utara, ia bersabda, “Aku akan menjadi yang terunggul di antara semua makhluk hidup.”
Setelah tujuh hari kelahiran Siddhartha, Ratu Mahamaya meninggal dunia. Ia tidak bisa hidup lama di dunia karena dikhawatirkan tidak bisa menghilangkan kemelekatan terhadap putranya yang akan menjadi Buddha. Ia pun memilih untuk mempercepat kematiannya dan terlahir di surga Tusita.
Siddhartha tumbuh menjadi pangeran yang cerdas dan memiliki banyak keterampilan. Karena telah diramalkan bahwa sang pangeran akan menjadi Buddha alih-alih mewarisi takhta, ayahnya, Raja Suddhodana membuatkan tiga istana dan menikahkannya dengan Putri Yasodhara agar putranya tidak berpikir untuk meninggalkan istana. Namun, Siddh?rtha bertemu dengan empat pembawa pesan surgawi dalam wujud orang tua, orang sakit, orang mati, dan pertapa. Pada saat kelahiran putra pertama mereka, “Rahula”, Siddh?rtha pun memutuskan meninggalkan kehidupannya sebagai seorang pangeran untuk menjadi pertapa demi menemukan obat bagi penderitaan lahir, tua, sakit, dan mati yang harus ditanggung semua makhluk.
Setelah menjalani pertapaan yang amat keras selama 6 tahun, akhirnya pertapa Siddhartha memutuskan untuk mengambil jalan tengah dengan menjalani kehidupan pertapa yang tidak ekstrim. Kemudian Beliau mencapai Kebuddhaan di bawah pohon bodhi di Bodhgaya dengan memahami 12 Mata Rantai Kehidupan dan 4 Kebenaran Arya.
Selama 7 pekan setelah pencerahan, Buddha Sakyamuni tidak langsung mengajarkan Dharma. Beliau merenungkan terlebih dahulu apa yang telah diperoleh. Pada pekan pertama, Beliau hanya duduk menatap pohon bodhi. Pekan kedua, Beliau melakukan perjalanan mengarungi 3000 dunia. Pekan ketiga, Buddha kembali melakukan perenungan dengan menatap pohon bodhi tanpa mengedipkan mata. Pekan keempat, Beliau melanjutkan perjalanan ke barat. Pekan kelima, terjadi hujan badai. Pekan keenam, Buddha mengunjungi pohon naruda di prajapala. Pada pekan ketujuh, Buddha menetap di Pohon Ara yang suci.
Mulanya, Buddha tidak berencana mengajarkan Dharma pada semua makhluk karena belum tentu mereka dapat memahami ajaran-Nya. Namun, para dewa memohon kepada-Nya untuk mengajarkan Dharma. Setelah itu, Buddha Sakyamuni memutuskan untuk membabarkan Dharma tentang 4 Kebenaran Arya kepada lima sahabatnya, Pancavaggiya di Varanasi. Itu adalah pemutaran roda Dharma pertama.
Kemudian, Buddha memutar roda Dharma untuk kedua kalinya dengan mengajarkan Prajnaparamita kepada para Bodhisattva di Rajgir. Selanjutnya, pada pemutaran roda Dharma ketiga, Buddha menjelaskan tentang kesunyataan dan sifat dasar Kebuddhaan.
Pada usia ke-80, Buddha memasuki parinirvana setelah memberikan ajaran terakhir pada murid-muridnya. Dalam sesi ini, Y.M. Tenzin Tringyal menuturkan bahwa Buddha seharusnya bisa hidup lebih lama, namun karena Ananda tidak mengajukan permohonan agar Buddha tetap hidup, Beliau memutuskan untuk parinirvana.
“Menurut tradisi Hinayana, nirvana itu sendiri pelenyapan penuh dari arus semua unsur, baik itu yang bersifat materi maupun mental, ibarat api yang padam setelah bahan bakarnya habis. Namun, menurut tradisi Mahayana, yang mengalami parinirvana hanya tubuh Nirmanakaya, sementara tubuh Sambhogakaya dan Dharmakaya Beliau (Buddha) masih ada di dunia. Kenapa kita tidak bisa melihat? Karena tidak mencapai tingkatan Arya atau Bodhisattva bumi yang kelima,” tutur Y.M. Tenzin Tringyal.
Dengan kata lain, hingga kini pun Buddha masih ada meski tubuh fisik Siddharthayang tercatat dalam sejarah telah tiada. Bila kita memiliki keyakinan yang kuat terhadap Buddha, maka Beliau tetap dapat membantu kita untuk menemukan jalan pembebasan.
"Buddha tidak memasuki parinirvana. Dharma tidak berhenti eksis. Tapi, demi mematangkan arus batin makhluk hidup, Buddha menunjukkan peristiwa Beliau memasuki parinirvana," terang Y.M. Tenzin Tringyal.
Di akhir sesi, Y.M. Tenzin Tringyal berpesan, “Sangat penting bagi kita untuk mengetahui biografi sang Buddha karena semua aktivitas Beliau (semasa) hidup dengan tubuh historis Beliau sangat luar biasa, sangat menginspirasi, dan juga bisa memunculkan keyakinan yang luar biasa dalam diri kita. Bahwa Beliau benar-benar ada, bahkan sampai sekarang masih ada.”
Dengan memahami riwayat hidup Buddha Sakyamuni, kita bisa meneladani sikap welas asihnya yang luar biasa terhadap semua makhluk. Beliau rela meninggalkan kehidupannya yang mewah untuk menemukan obat penderitaan: kelahiran, sakit, tua, dan kematian yang dialami semua makhluk. Keyakinan kita terhadap Buddha pun akan bertambah, bahwasannya yang telah tiada hanya Nirmanakaya sementara tubuh Sambhogakaya dan Dharmakaya Buddha masih ada. Kita pun tak perlu khawatir karena Buddha masih ada di dunia dalam berbagai wujud yang bisa mencerahkan batin kita. Karena itu, mari bangkitkan tekad untuk mengikuti teladan Beliau, melatih batin hingga sepenuhnya tercerahlan agar bisa menolong lebih banyak makhluk terbebas dari penderitaan.